Breaking

Rabu, 20 Agustus 2025

Ukraina dalam ANCAMAN “Trump Akui Tak Bisa Kalahkan Rusia” Amerika Kehilangan Tahtanya

 

Dunia diguncang oleh sebuah pernyataan yang berpotensi mengubah peta kekuatan global dan menempatkan Ukraina dalam ancaman eksistensial.

 

Dalam sebuah momen yang disebut sebagai gempa politik, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, secara terbuka mengakui apa yang selama ini menjadi bisik-bisik di koridor kekuasaan: Amerika, dengan segala kekuatannya, tidak bisa mengalahkan Rusia di medan perang Ukraina.

 

Pernyataan ini bukan hanya mengguncang Kyiv, tapi juga menimbulkan pertanyaan fundamental: Apakah ini akhir dari era dominasi Amerika di panggung dunia?

Kita sambungkan dengan laporan selengkapnya.


Di hadapan para pendukungnya, dengan gaya bicaranya yang khas dan blak-blakan, Donald Trump menyampaikan pesan yang mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh dunia.


"Dengar, kita harus jujur. Kita telah menghabiskan ratusan miliar dolar. Mereka (Rusia) adalah negara yang sangat besar dengan persenjataan nuklir yang masif. Kita tidak bisa mengalahkan mereka. Melanjutkan perang ini hanya membuang nyawa dan uang Amerika. Ini harus dihentikan."


Bagi Ukraina, pernyataan ini adalah pukulan telak. Selama lebih dari dua tahun, perlawanan mereka bergantung pada keyakinan bahwa dukungan Barat, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, tidak akan pernah goyah. Kini, calon terkuat untuk memimpin Amerika justru mengatakan bahwa perjuangan mereka sia-sia. Ini adalah sinyal lampu hijau bagi Moskow untuk terus menekan, dan mimpi buruk bagi Kyiv yang terancam ditinggalkan oleh sekutu terkuatnya.


Ancaman ini lebih dari sekadar hilangnya bantuan militer. Ini adalah krisis kepercayaan. Para analis mengatakan, pengakuan Trump meruntuhkan pilar utama kebijakan luar negeri AS pasca-Perang Dingin: bahwa Amerika adalah penjamin keamanan dan demokrasi global. Jika Amerika mengakui tidak mampu mengalahkan agresor di Eropa, pesan apa yang dikirimkan kepada sekutu lain seperti Taiwan, Korea Selatan, atau negara-negara Baltik?


"Ini adalah realisme yang brutal. Trump hanya menyuarakan apa yang banyak jenderal dan diplomat pikirkan tetapi tidak berani katakan. Secara strategis, ini adalah pengakuan bahwa dunia telah berubah menjadi multi-kutub. Era di mana Amerika bisa mendikte hasil setiap konflik telah berakhir. 'Tahta' Amerika sebagai polisi dunia tunggal memang sedang goyah."


"Amerika Kehilangan Tahtanya." Frasa ini kini menjadi perbincangan di setiap ibu kota dunia. Pengakuan Trump dilihat bukan sebagai tanda kelemahan militer Amerika, melainkan kelemahan kemauan politik (political will). Sebuah sinyal bahwa era intervensi global yang mahal akan segera berakhir, digantikan oleh kebijakan "America First" yang lebih isolasionis.

Bagi Rusia dan Tiongkok, ini adalah musik di telinga mereka. Sebuah konfirmasi bahwa strategi mereka untuk melemahkan tatanan dunia yang dipimpin AS telah berhasil.


Sebuah pengakuan realitas yang dingin, atau sebuah tanda menyerah yang berbahaya? Apapun interpretasinya, pernyataan Donald Trump telah menetapkan panggung baru bagi kontestasi global. Nasib Ukraina kini berada di ujung tanduk, sementara dunia menahan napas, menantikan apakah Amerika benar-benar akan turun dari tahtanya.