Drama politik dan militer di Gaza semakin panas. Hamas secara resmi menolak rencana yang ditawarkan Donald Trump, yang oleh banyak pihak disebut sebagai “rencana menyerah”. Dalam kesepakatan yang bocor, Trump disebut meminta Hamas untuk menyerahkan seluruh senjata berat dan membebaskan semua sandera dalam waktu 72 jam.
Namun, Hamas dengan tegas menolak syarat tersebut. Dalam pernyataannya, mereka menilai bahwa rencana itu sama sekali bukan upaya perdamaian, melainkan strategi untuk melucuti perlawanan Palestina dan memperkuat posisi Israel. Penolakan ini sontak membuat ketegangan internasional semakin tinggi, terlebih karena Amerika Serikat berusaha menekan negara-negara Arab agar ikut mendukung skema tersebut.
Situasi di lapangan pun makin memanas. Israel disebut menunggu momentum untuk melakukan operasi besar, sementara Hamas justru semakin keras menyatakan tidak akan menyerahkan senjata mereka di bawah tekanan asing. Pertanyaan besar kini adalah: apakah penolakan ini akan memicu eskalasi baru yang lebih brutal atau justru membuka pintu bagi mediasi alternatif?