Ketegangan di Timur Tengah mencapai puncaknya saat Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengumumkan telah memulai operasi darat skala besar untuk merebut dan menguasai Kota Gaza. Langkah ini menandai fase baru yang jauh lebih intens dalam konflik yang telah berlangsung selama beberapa minggu terakhir, Dunia kini menahan napas, menyaksikan salah satu operasi militer perkotaan paling kompleks dan berisiko di abad ke-21.
Pengepungan Total dan Awal Invasi Darat
Setelah berminggu-minggu melancarkan serangan udara masif yang menargetkan ribuan lokasi di Jalur Gaza, IDF kini beralih ke strategi darat. Juru bicara militer Israel menyatakan bahwa pasukan mereka telah berhasil mengepung Kota Gaza dari berbagai arah, secara efektif memisahkannya dari wilayah selatan jalur tersebut.
"Pasukan kami telah berada di jantung Kota Gaza," ujar seorang komandan senior IDF dalam sebuah pernyataan. "Kami bergerak maju, dari rumah ke rumah, dari terowongan ke terowongan, untuk melenyapkan infrastruktur Hamas."
Tank-tank, buldoser lapis baja, dan pasukan infanteri kini dilaporkan bergerak di pinggiran dan beberapa distrik di dalam Kota Gaza. Pertempuran sengit terjadi di jalan-jalan, di mana pasukan Israel berhadapan langsung dengan militan Hamas yang telah mempersiapkan pertahanan berlapis, termasuk jaringan terowongan bawah tanah yang rumit.
Mengapa Kota Gaza Menjadi Target Utama?
Kota Gaza bukan sekadar kota terbesar di jalur tersebut; ia adalah pusat gravitasi politik, ekonomi, dan militer bagi Hamas. Menurut intelijen Israel, di sinilah para pemimpin utama Hamas bermarkas, pusat komando dan kendali berada, serta sebagian besar infrastruktur roket dan terowongan terkonsentrasi.
Bagi
Israel, merebut Kota Gaza berarti memukul jantung pertahanan Hamas. Tujuannya
adalah untuk membongkar kemampuan militer dan pemerintahan kelompok tersebut
secara permanen. Namun, tantangannya luar biasa besar. Perang di lingkungan
perkotaan yang padat penduduk seperti Gaza adalah mimpi buruk bagi militer mana
pun, dengan risiko tinggi bagi pasukan penyerang maupun warga sipil yang
terjebak di tengahnya.
Krisis Kemanusiaan yang Semakin Dalam
Di tengah eskalasi militer, krisis kemanusiaan di Gaza semakin memburuk. Ratusan ribu warga sipil dilaporkan masih terperangkap di Kota Gaza dan wilayah utara, tidak dapat atau tidak mau mengungsi ke selatan karena alasan keamanan atau logistik.
Laporan
dari berbagai lembaga bantuan internasional melukiskan gambaran yang suram:
Akses Terputus: Pasokan makanan, air bersih, bahan bakar, dan obat-obatan hampir
sepenuhnya terhenti.
Rumah Sakit di Ambang Kolaps: Rumah sakit, seperti Al-Shifa yang menjadi
sorotan utama, kewalahan menampung korban luka. Israel menuduh Hamas
menggunakan fasilitas medis sebagai tameng dan pusat komando, klaim yang
dibantah keras oleh Hamas dan staf medis.
Korban Sipil: Jumlah korban jiwa di pihak Palestina terus meningkat drastis,
dengan sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, menurut laporan
Kementerian Kesehatan di Gaza.
PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya telah berulang kali menyerukan "jeda kemanusiaan" atau gencatan senjata untuk memungkinkan bantuan masuk dan warga sipil dievakuasi dengan aman.
Reaksi Internasional dan Tekanan Diplomatik
Langkah Israel untuk memasuki Kota Gaza telah memicu reaksi keras dari seluruh dunia. Negara-negara Arab dan Muslim mengutuk keras operasi tersebut, menyebutnya sebagai agresi brutal terhadap rakyat Palestina. Di negara-negara Barat, meskipun ada dukungan terhadap hak Israel untuk membela diri, tekanan semakin meningkat agar Israel mematuhi hukum kemanusiaan internasional dan meminimalkan korban sipil.
Amerika Serikat, sekutu terdekat Israel, terus memberikan dukungan militer tetapi juga secara terbuka mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mempertimbangkan jeda pertempuran demi alasan kemanusiaan.
Kesimpulan: Jalan Panjang yang Tidak Pasti
Operasi
perebutan Kota Gaza adalah babak paling berbahaya dan menentukan dalam konflik
ini. Keberhasilan Israel dalam mencapai tujuannya masih belum pasti, dan biaya
kemanusiaan yang harus dibayar sudah sangat tinggi.
Dunia
hanya bisa berharap agar kekerasan ini segera berakhir dan jalan menuju solusi
politik dapat ditemukan. Namun, untuk saat ini, asap dan dentuman di langit
Kota Gaza menjadi pengingat suram bahwa perdamaian di tanah ini masih terasa
sangat jauh.