Sebuah operasi militer mendadak kembali mengguncang Jalur Gaza. Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, melancarkan aksi penembakan presisi di Jabalia. Target mereka: seorang perwira tinggi Israel.
Satu tembakan mematikan dari jarak jauh menumbangkan sosok penting ini. Hanya hitungan menit kemudian, helikopter Israel bergegas ke lokasi, menandakan betapa seriusnya insiden ini bagi pendudukan.
Kronologi Penembakan
Menurut laporan lapangan, aksi ini berlangsung cepat dan terencana. Penembak jitu Al-Qassam sudah memposisikan diri di area padat bangunan, memanfaatkan jalur sempit dan reruntuhan.
Begitu target terlihat, hanya satu peluru yang dilepaskan—cukup untuk merobohkan seorang perwira militer Israel berpangkat tinggi.
Ledakan kepanikan pun terjadi di barisan pasukan Israel. Tim medis dikerahkan, sementara helikopter tempur segera turun untuk mengevakuasi korban.
Mengapa Jabalia Jadi Target
Jabalia bukan lokasi sembarangan. Kamp pengungsi terbesar di Gaza Utara ini menjadi salah satu basis perlawanan paling kuat. Israel selama berminggu-minggu melancarkan operasi militer di sana, namun perlawanan tak pernah padam.
Bagi Al-Qassam, menghabisi perwira di wilayah itu bukan hanya operasi militer, tetapi pesan politik: “Kami masih berdiri. Kami masih melawan.”
Israel tahu, setiap korban perwira berarti kehilangan komando di lapangan—dan itu bisa meruntuhkan moral pasukan.
Reaksi Israel
Pasca-insiden, suasana tegang menyelimuti militer Israel. Helikopter medis dikerahkan, barisan tank menutup akses ke Jabalia, dan operasi pencarian besar-besaran dimulai.
Namun, pertanyaan besar muncul: bagaimana penembak jitu bisa lolos dari pengawasan drone dan satelit Israel?
Kejadian ini menampar reputasi IDF yang selama ini dikenal memiliki teknologi pengawasan tercanggih. Kini, dunia melihat bahwa teknologi tidak selalu bisa menandingi strategi gerilya.
Dimensi Psikologis
Bagi warga Gaza, insiden ini adalah titik harapan di tengah penderitaan panjang. Di media sosial, nama penembak jitu Al-Qassam dielu-elukan sebagai pahlawan bayangan.
Sementara itu, bagi tentara Israel, ini pukulan psikologis yang berat. Mereka sadar, setiap keluar dari kendaraan lapis baja, ada bidikan tak terlihat yang mengintai.
Ketakutan ini menambah beban mental, di tengah operasi militer yang sudah memakan korban besar di pihak mereka.
Analisis Regional
Serangan ini juga menarik perhatian kawasan. Mesir dan Qatar, yang tengah mencoba menengahi gencatan senjata, melihat situasi semakin sulit dikendalikan.
Iran, yang dikenal mendukung perlawanan, memuji kemampuan Al-Qassam dalam melancarkan operasi presisi.
Pakistan pun mengeluarkan pernyataan keras, mengecam Israel atas operasi brutal di Gaza, sekaligus mengingatkan bahwa perlawanan Palestina adalah bentuk perjuangan sah melawan pendudukan.
Helikopter di Tempat Kejadian
Kedatangan helikopter Israel di lokasi penembakan menjadi simbol kegentingan. Biasanya, evakuasi dilakukan lewat jalur darat. Namun kali ini, risiko dianggap terlalu tinggi.
Helikopter mendarat darurat, mengevakuasi jenazah perwira yang tewas, sekaligus menandakan betapa pentingnya sosok tersebut.
Meski Israel mencoba menutupi identitas sang perwira, media perlawanan mengklaim bahwa korban adalah salah satu komandan operasi khusus di Gaza Utara.
Penutup
Operasi penembak jitu di Jabalia ini bukan hanya sebuah insiden militer, tetapi simbol perlawanan. Al-Qassam menunjukkan bahwa bahkan di tengah kepungan udara, darat, dan laut, mereka masih bisa menyerang dengan presisi.
Pertanyaan kini menggantung di benak semua orang:
Jika satu peluru bisa mengguncang Tel Aviv dan mengubah arah operasi militer, apa yang akan terjadi jika perlawanan melancarkan serangan lebih besar besok?