Ketegangan politik di Tel Aviv meningkat tajam setelah muncul laporan sensasional dari seorang ahli strategi militer top Israel yang mengungkap bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mungkin bersiap mundur dari perjanjian gencatan senjata dengan kelompok perlawanan di Gaza.
Menurut sumber tersebut, keputusan itu muncul akibat tekanan besar dari sayap kanan dalam kabinet Israel, yang menilai bahwa gencatan senjata justru memberi waktu bagi Hamas dan sekutunya untuk memperkuat posisi mereka. Netanyahu disebut tengah menimbang opsi melanjutkan operasi militer penuh jika situasi di lapangan kembali memanas.
Langkah ini dinilai berisiko tinggi. Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa telah memperingatkan bahwa pembatalan gencatan senjata akan menimbulkan konsekuensi diplomatik berat bagi Israel. Namun, analis menyebut Netanyahu kini berada dalam posisi politik yang sangat genting—di antara tekanan eksternal dan desakan internal untuk menunjukkan kekuatan.
Jika laporan ini benar, maka dunia bisa kembali menyaksikan babak baru eskalasi militer di Gaza, hanya beberapa hari setelah muncul harapan tipis akan perdamaian. Apakah Netanyahu benar-benar siap membatalkan kesepakatan itu demi mempertahankan kekuasaan politiknya? Atau ini hanya manuver untuk menekan pihak perlawanan agar tunduk pada syarat Israel?