Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali diguncang dinamika politik panas. Sorotan publik tertuju pada momen dramatis ketika Ketua DPR Puan Maharani disebut menangis, saat menghadapi desakan kuat dari Prabowo Subianto, Ketua DPD KDM, dan politisi muda Salsa yang mendesak agar RUU Perampasan Aset segera disahkan.
RUU Perampasan Aset: Isu Krusial
RUU ini sejak lama menjadi polemik, karena menyangkut penyitaan aset hasil tindak pidana korupsi dan kejahatan terorganisir. Banyak pihak menilai, tanpa aturan ini, negara terus dirugikan oleh mafia politik dan ekonomi. Namun, tarik ulur kepentingan membuat RUU ini berlarut-larut di meja DPR.
Prabowo Tunjukkan Ketegasan
Prabowo Subianto, dengan sikap tegas, mendesak DPR agar tidak lagi menunda. Menurutnya, rakyat menuntut keadilan, dan hukum harus bekerja untuk mengembalikan kekayaan negara yang dirampas. “Tidak ada lagi alasan untuk menunggu. Rakyat sedang mengawasi,” tegasnya dalam sidang paripurna yang menegang.
Dukungan KDM dan Salsa
Ketua DPD KDM ikut bersuara lantang, menegaskan bahwa rakyat daerah paling menderita akibat lemahnya penindakan korupsi. Sementara itu, politisi muda Salsa menambahkan sentuhan emosional dengan menyoroti generasi muda yang kehilangan harapan akibat praktik kotor para elit. “Kami tidak ingin masa depan bangsa ini terus dijual demi kepentingan segelintir orang,” ucapnya penuh emosi.
Puan dalam Tekanan
Dalam suasana panas itu, Puan Maharani yang memimpin jalannya rapat disebut tak kuasa menahan air mata. Tekanan politik dan sorotan publik membuat posisinya sangat sulit. Tangisannya dianggap sebagai simbol betapa peliknya tarik menarik kepentingan di parlemen.
Penutup
RUU Perampasan Aset kini berada di titik krusial. Desakan dari Prabowo, KDM, dan Salsa memperlihatkan bahwa rakyat tidak lagi mau menunggu. Pertanyaannya: apakah DPR berani mengambil keputusan bersejarah demi menyelamatkan bangsa dari jerat korupsi, atau justru kembali terjebak dalam kepentingan politik yang sempit?