Ketegangan di Timur Tengah mencapai titik berbahaya. Dunia dikejutkan oleh laporan terbaru: Tel Aviv, jantung Israel, diserang dari berbagai arah. Rudal-rudal mematikan melesat, bukan hanya dari Gaza dan Lebanon, tetapi juga dari Yaman, Suriah, hingga—yang paling mengejutkan—dari Qatar.
Israel benar-benar terkepung. Sistem pertahanan Iron Dome bekerja tanpa henti, namun gelombang rudal yang datang begitu banyak, membuat perisai udara Israel kewalahan. Ledakan demi ledakan mengguncang Tel Aviv. Api dan asap membubung tinggi di langit kota.
Serangan ini disebut-sebut sebagai operasi gabungan “poros perlawanan”—koalisi kelompok dan negara yang berada di bawah pengaruh Iran. Dari Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman, milisi di Suriah, hingga Qatar yang selama ini dikenal sebagai pemain diplomatik, kini semuanya terlibat langsung dalam serangan serentak ke arah Israel.
Bagi Israel, serangan ke Tel Aviv bukan sekadar serangan militer. Ini adalah simbol penghinaan. Kota yang selama ini menjadi pusat politik, ekonomi, dan simbol kekuatan Israel, kini menjadi sasaran rudal tanpa ampun.
Di pihak Israel, kepanikan tak terelakkan. Warga berlarian menuju bunker, sirene meraung tanpa henti, dan militer IDF kewalahan menghadapi serangan simultan. Para pengamat menyebut inilah mimpi buruk terburuk Israel, di mana serangan multi-front benar-benar terjadi.
Yang paling mengejutkan adalah keterlibatan Qatar. Negara kecil yang selama ini dikenal aktif dalam diplomasi dan mediasi konflik, kini berubah menjadi peluncur rudal. Balasan itu disebut-sebut dipicu oleh serangan Israel beberapa hari lalu ke ibu kota Doha, yang menewaskan sejumlah tokoh penting di sana.
Dengan masuknya Qatar, peta konflik Timur Tengah berubah drastis. Jika sebelumnya perang hanya terbatas antara Israel melawan Gaza, Lebanon, atau Suriah, kini negara-negara Teluk ikut terseret. Hal ini berpotensi mengubah eskalasi menjadi perang regional yang lebih luas.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, langsung mengumumkan status darurat nasional. Namun, tekanan politik dalam negeri semakin berat. Rakyat mulai mempertanyakan: bagaimana mungkin Israel yang selama ini mengandalkan sistem pertahanan tercanggih di dunia, bisa dibombardir dari segala arah sekaligus?
Di sisi lain, Iran tersenyum puas. Proxy-proxy mereka bergerak serentak, dan dunia melihat bahwa untuk pertama kalinya Israel benar-benar dikepung dalam arti sebenarnya.
Pertanyaannya kini: apakah Israel akan melancarkan serangan balasan habis-habisan? Atau justru perang ini akan menyeret lebih banyak negara, menjadikannya konflik regional yang berpotensi mengguncang dunia?
Satu hal pasti—serangan serentak ke Tel Aviv ini menandai babak baru dalam sejarah perang Timur Tengah. Sebuah babak yang lebih gelap, lebih berbahaya, dan mungkin… tak lagi bisa dikendalikan.