Langit Timur Tengah kembali menyala.
Ledakan mengguncang wilayah selatan Israel, menyusul serangan rudal besar-besaran dari kelompok pejuang Arab yang marah atas tindakan terbaru Tel Aviv.
Serangan itu terjadi hanya beberapa jam setelah Israel membombardir Gaza, padahal baru saja diumumkan kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi oleh Amerika Serikat melalui Presiden Donald Trump.
Kesepakatan yang Dikhianati
Kesepakatan itu — yang disebut “Deklarasi Perdamaian 72 Jam” — seharusnya menjadi langkah awal untuk menenangkan situasi di Gaza setelah berminggu-minggu pertumpahan darah.
Namun, menurut laporan media Arab, Netanyahu memerintahkan serangan udara mendadak ke Jalur Gaza, dengan alasan menargetkan “infrastruktur militer Hamas.”
Serangan itu langsung memicu kemarahan di dunia Arab.
Dalam waktu kurang dari dua jam, rudal diluncurkan dari beberapa front berbeda — Yaman, Lebanon, dan Suriah barat daya — menuju wilayah Israel.
Hujan Api di Langit Israel
Pertahanan udara Israel, Iron Dome, dikabarkan kewalahan menghadapi jumlah rudal yang datang secara bersamaan.
Ledakan terdengar hingga Tel Aviv dan Ashdod.
Warga sipil berhamburan ke tempat perlindungan, sementara sirene peringatan berbunyi tanpa henti.
Seorang pejabat keamanan Israel menyebutnya sebagai “serangan terkoordinasi paling luas dalam satu malam sejak perang dimulai.”
Di sisi lain, media perlawanan menyebut bahwa serangan ini adalah “hukuman” atas pengkhianatan Netanyahu terhadap perjanjian gencatan senjata.
Kemarahan Dunia Arab
Dari Yaman, juru bicara militer Houthi, Yahya Saree, menyatakan:
“Selama darah warga Palestina masih mengalir, rudal kami akan tetap terbang.”
Di Lebanon, kelompok Hizbullah merilis pernyataan serupa, menegaskan solidaritas penuh terhadap Gaza dan mengecam apa yang mereka sebut ‘penipuan politik antara Trump dan Netanyahu’.
Bahkan Mesir, yang sebelumnya mendukung kesepakatan gencatan senjata, menyatakan “kekecewaan mendalam” atas tindakan Israel dan memperingatkan bahwa “eskalasi seperti ini dapat....